SEIRING perkembangan zaman, banyak nilai hidup yang kian bergeser dibanding masa orangtua kita dulu. Salah satu yang bergeser adalah nilai keperawanan.
Keperawanan bukan isu perdebatan baru dalam kehidupan sosial. Kita ingat beberapa waktu lalu, tes keperawanan sempat dilontarkan seorang anggota DPRD Jambi untuk dilakukan kepada calon siswi SMU di Jambi. Wacana ini kemudian tenggelam setelah menuai banyak kritik. Atau baru-baru ini, artis Dewi Persik yang dengan bangga mengumumkan dirinya baru saja melakukan operasi keperawanan.
Di tengah gempuran budaya dari luar serta akses informasi yang kian mudah, adakah nilai keperawanan semakin penting di masa kini? “Indonesia sendiri mengalami pergeseran nilai soal keperawanan, tapi menurut saya, Indonesia masih konservatif, jumlahnya masih lebih besar yang mengagungkan keperawanan daripada yang tidak,” kata Mgr Erita Narheltali SPsi, Koordinator Program Magister Psikologi Intervensi Sosial FPSI UI ketika dihubungi okezone lewat ponselnya, Senin (6/6/2011).
Di tengah gempuran budaya dari luar serta akses informasi yang kian mudah, adakah nilai keperawanan semakin penting di masa kini? “Indonesia sendiri mengalami pergeseran nilai soal keperawanan, tapi menurut saya, Indonesia masih konservatif, jumlahnya masih lebih besar yang mengagungkan keperawanan daripada yang tidak,” kata Mgr Erita Narheltali SPsi, Koordinator Program Magister Psikologi Intervensi Sosial FPSI UI ketika dihubungi okezone lewat ponselnya, Senin (6/6/2011).
“Menjadi yang pertama kayaknya seksi, bikin ego seorang pria semakin tinggi, powerful, dan seolah-olah ia berkata ‘I can control you’,” tukasnya.
Nilai demikian, menurut Erita, berbeda dengan apa yang diagungkan tradisi Barat. Ketika berpacaran dengan seorang wanita Timur, sebagian pria Barat justru khawatir menjadi orang yang pertama memeroleh keperawanan.
Nilai demikian, menurut Erita, berbeda dengan apa yang diagungkan tradisi Barat. Ketika berpacaran dengan seorang wanita Timur, sebagian pria Barat justru khawatir menjadi orang yang pertama memeroleh keperawanan.
“Mereka tahu bahwa kita belum seperti mereka yang menyamakan pacaran dengan seks. Mereka tidak mau menjadi orang yang berarti dalam hidup seorang wanita. Pertama, mungkin karena ada niat ninggalin si wanita atau kedua, tidak mau terbebani dengan norma sosial bahwa kalau sudah ‘menodai’, maka dia harus menikahi wanita itu,” paparnya.
Selain latar belakang budaya, ada lagi yang memengaruhi cara pandang pria soal keperawanan.
“Seorang pria yang makin tidak melihat masa lalu, maka pengalaman seks dan keperawanan pasangannya tidak akan terlalu ia pusingkan. Ia akan lebih memerhatikan kepribadian dan karakter, nilai yang menurutnya lebih penting dalam diri seorang pasangan,” imbuhnya.
Kepribadian seorang wanita lebih diperhatikan ketika pria turut memerhatikan fakta bahwa hilangnya keperawanan tidak selalu akibat penetrasi Mr P, tapi bisa juga oleh aktivitas fisik ekstrem.
“Karena cinta tidak hanya urusan ketertarikan fisik, tapi kita bisa lihat sesuatu yang beyond, karakter, dan kepribadian,” tukasnya.
0 komentar:
Posting Komentar